PESSEL - SMA dan SMK berstatus negeri di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat memungut uang komite kepada wali murid dengan jumlah bervariasi mulai dari Rp50 sampai Rp75 ribu per bulan.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII, Mahyan dan sejumlah kepala sekolah sepakat menyebut, bahwa pungutan itu berdasarkan kesepakatan pada saat rapat antara orang tua murid dengan pihak komite yang digelar secara berkala.
Kendati demikian baik Kepala Cabang Dinas Pendidikan maupun kepala sekolah mengaku sama-sama tahu bahwa pungutan oleh komite tidak diperbolehkan sesuai dengan Permendikbud 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah.
Jika dikalkusikan setiap sekolah meraup puluhan juta rupiah per bulan dari pungutan uang komite, seandainya satu sekolah memiliki jumlah pelajar 500 orang dengan iuran komite per pelajar Rp50 ribu, tentu dalam sebulan akan terkumpul uang sebanyak Rp25 juta.
Jumlah raupan ini akan lebih besar lagi, jika pada satu sekolah terdapat jumlah pelajar yang lebih banyak dengan jumlah pungutan uang komite yang lebih tinggi.
Terkait hal itu, sejumlah wali murid pada sejumlah kecamatan di Pesisir Selatan, meminta Dinas Pendidikan Sumatera Barat tegas terkait pungutan uang komite di sekolah.
"Harus tegas, boleh ya boleh, tidak ya tidak, " kata narasumber jurnalnasional.co.id
Bahkan, kata dia, jika penggunaan uang komite tidak tepat sasaran dan digunakan "asal habis" ia mendorong agar Dinas Pendidikan meminta kepala sekolah mengembalikannya ke orang tua murid.
"Rp25 juta per bulan itu nominal yang cukup besar, apalagi saat ini kegiatan di sekolah telah di sokong oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP), " imbuhnya.
Sumbangan Ala MTs Muhammadiyah Lakitan
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Muhammadiyah Lakitan merupakan salah satu madrasah swasta di Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan, meski demikian madrasah ini tidak pernah menggantungkan operasionalnya ke pungutan komite seperti lazimnya yang dilakukan SMA dan SMK berstatus negeri di daerah setempat.
Pada 2019 pada saat jurnalis jurnalnasional.co.id mewawancarai Kepala MTs Muhammadiyah Lakitan, Aprizal, ia mengaku sekolah tidak memungut uang komite karena sadar akan beberapa peraturan yang melarang praktik tersebut.
Ketika ditanya perihal biaya pemeliharaan sekolah, pembangunan gedung, serta pembangunan jalan beraspal ke madrasah dan lainnya, ia mengungkap hal itu terlaksana berkat pendekatan yang dilakukan dengan orang tua murid serta pejabat daerah setempat.
"Alhamdulillah dengan pendekatan MTs Muhammadiyah Lakitan tidak ketinggalan dengan madrasah lainnya, tidak hanya Pesisir Selatan, namun juga Sumatera Barat, " ujarnya.
Untuk mendapatkan dana dari orang tua murid, pihaknya mengedepankan sumbangan, bukan pungutan berkedok sumbangan ataupun pungutan berkedok uang komite.
"Secara berkala kami menggelar tabliq akbar di madrasah, orang tua murid kami undang dan diundangan itu kami menyelipkan amplop, alhamdulillah sumbangan dari amplop cukup membantu operasional madrasah, " katanya lagi.
Belum lagi sumbangan dari pejabat daerah yang juga diundang pada kegiatan tersebut, jumlahnya yang terkumpul menjadi semakin besar.
Meski demikian prestasi pelajar madrasah itupun tak bisa dipandang sebelah mata, salah satunya ialah meraih juara umum pada Kejuaraan Silat Tapak Suci antarpelajar se-Sumatera Barat yang digelar pada 15-17 September 2018.